Soal Video Setoran Tambang Ilegal di Kaltim, IPW Desak Kapolri Bentuk Tim Khusus

  • Bagikan
Foto hasil tangkapan layar video pernyataan Aiptu (Purn) Ismail Bolong soal kasus setoran tambang ilegal.

JAKARTA – Dalam video viral kasus dugaan setoran pertambangan ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang telah mencuat ke publik baru-baru ini. Indonesian Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus kasus setoran uang perlindungan pertambangan ilegal pada oknum petinggi Polri.

Dari tayangan video tersebut terdapat pernyataan seorang bernama Aiptu (Purn) Ismail Bolong yang menyebutkan diantaranya telah memberikan dana senilai Rp 6 Milyar pada Kabareskrim Komjen Agus Andriant.

“Untuk efektivitas kerja Timsus, Kapolri untuk sementara segera menonaktifkan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso melalui keterangannya, Senin (7/11/2022).

IPW menilai, tayangan Ismail Bolong yang meminta maaf dan tidak pernah bertemu Kabareskrim Komjen Agus Andrianto diduga keras muncul akibat adanya tekanan pihak tertentu. Isue setoran dana perlindungan tambang ilegal dapat semakin menjatuhkan citra Polri di masyarakat.

“Dengan adanya pembelaan diri Ismail Balong setelah munculnya video viral bahwa anggota polisi di Polresta Samarinda tersebut diduga memberikan uang langsung ke Kabareskrim dengan total Rp 6 Miliar memunculkan sinyalemen saling sandera antara para jenderal nyata terjadi,” terang Sugeng.

Pengakuan Ismail Bolong itu, lanjut Sugeng, oleh Propam Polri jaman Ferdy Sambo menjadi Kadiv Propam memang disimpan sebagai alat sandera. Hal ini menjadi nyata saat kelompok Ferdy Sambo masuk jurang dengan adanya kasus “Duren Tiga”.

BACA JUGA :  Ciptakan Wartawan Berintegritas dan Bermartabat, PWI Jaya Gelar OKK Angkatan ke-19

“Sehingga pengakuan terakhir Ismail Bolong sebagai serangan lanjutan dengan menyatakan dirinya saat itu ditekan oleh Karo Paminal Brigjen Hendra Kurniawan untuk mengakui soal uang setoran buat Kabareskrim Polri. Pembuatan videonya diakui dilakukan pada bulan Februari 2022,” lanjutnya.

Yang pasti, menurut Sugeng, adanya polemik dari yang semula Ismail Bolong menyetor dan kemudian meralatnya, menunjukkan apratur kepolisian terutama Propam yang diberikan kewenagan untuk memberantas pelanggaran anggota polisi termasuk di level jenderal tidak jalan melalui mekanisme prosedural.

“Karena dalam kasus ini, harusnya Ismail Bolong diajukan ke sidang komisi kode etik Polri. Dengan sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terlibat tidak terkecuali Kabareskrim Polri,” imbuhnya.

Sugeng memaparkan, dalam hal ini tidak pernah terjadi dan kasusnya tidak pernah diajukan ke sidang etik apalagi untuk pidananya. Karena, kasus pelanggaran ini dijadikan sandera dan saling sandera. Disamping, untuk melindungi diantara para jenderal polisi.

BACA JUGA :  Paslon Cagub dan Cawagub Jakarta Pramono-Rano dan Gus Reza Sarapan Jengkol di Kediaman Ketua FBR

“Padahal secara nyata kasus tersebut sudah ditangani oleh Propam Polri dan Bareksrim Polri. Bahkan Kadiv Propam Polri telah mengirim surat ke Kapolri dengan nomor: R/1253/IV/WAS.2.4./2022/DIVPROPAM tanggal 7 April 2022,”

Dinyatakan dalam surat itu, IPW menyimpulkan, berdasarkan fakta-fakta diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: huruf a. Bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batubara ilegal yang tidak dilengkapi ijin usaha penambangan (IUP), namun tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri karena adanya uang koordinasi dari pengusaha tambang batubara ilegal. Selain itu, adanya kedekatan Tan Paulin dan Leny dengan PJU Polda Kaltim serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres.

“Sementara di huruf b dinyatakan banwa adanya kebijakan dari Kapolda Kaltim Irjen HRN untuk mengelola uang koordinasi dari pengusaha tambang batu bara ilegal di wilayah hukum Polda Kaltim secara satu pintu melalui Dirreskrimsus untuk dibagikan kepada Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dirintelkam, Dirpolaorud, serta Kapolres yang wilayahnya terdapat kegiatan penambangan batu bara ilegal.’

Selain itu, Sugeng melanjutkan, adanya penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha tambang batu bara ilegal kepada Kombes BH saat menjabat Kasubdit V Dittipidter Bareskrim dan Komjen Agus Andriant selaku Kabareskrim Polri, uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas yang tidak didukung oleh anggaran.

BACA JUGA :  Mengendap Hampir Setahun, Kasus Dugaan Penggelapan oleh WNA Uzbekistan Lanjut di Polresta Denpasar

Sedang dalam huruf c ditegaskan ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batubara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.

Tim khusus harus meminta keterangan semua pihak diantaranya mantan Kadivpropam Ferdi Sambo, mantan Karopaminal Hendra Kurniawan, Aiptu (Purn) Ismail Bolong dan tindak lain yang diperlukan termasuk membuka kembali dokumen-dokumen pemeriksaan Propam era Ferdi sambo yang menjadi dasar laporan Ferdi Sambo pada Kapolri seperti tersebut diatas. Sehingga terdapat kepastian hukum tidak sekedar menjadi perguncingan yang efeknya menjatuhkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri.

“Masyarakat sangat menunggu janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan “memotong kepala ikan busuk” dan juga ucapan “bagi siapa saja yang melanggar hukum dan tidak ikut gerbong perubahan akan dikeluarkan”. Sebab, semua ini kalau dilakukan oleh Kapolri maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin meningkat,” tutup Sugeng.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights