Keterangan mengenai nama 4 bulan haram itu terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA: “Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan berturut-turut: Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta satu bulan yang terpisah yaitu Rajab Mudhar, yang terdapat di antara bulan Jumada Akhirah dan Sya’ban,” (HR Bukhari dan Muslim).
Latar belakang ini juga menjadi dasar penamaan bulan Muharram. Seperti dilansir laman Muslim Hands, kata Muharam dalam bahasa Arab berarti “yang dilarang”. Jadi, pada bulan ini, aktivitas tertentu menjadi terlarang untuk dilakukan, terutama berperang.
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya bahkan memaparkan, pahala untuk amal baik pada empat bulan itu akan dilipatgandakan, demikian pula dosa perbuatan buruk. Dikutip dari kitab Tafsir Ibnu Katsir (Juz 4: 89-90), ia menyitir pernyataan Abu Qatadah: “Sesungguhnya berbuat zalim pada Muharam lebih besar dosanya dibanding dengan kezaliman yang dikerjakan di bulan lainnya, walaupun perbuatan zalim yang dikerjakan pada selain bulan itu tetap besar dosanya, tetapi Allah SWT mengagungkan urusan-Nya sesuai kehendaki-Nya.”
Selain itu, keistimewaan bulan Muharam yang lain adalah julukan Syahrullah atau “Bulan Allah” yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Derajat kemuliaannya pun berada setingkat di bawah bulan Ramadan. Hal ini disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA: “Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadan, puasa di bulan apa yang lebih afdal?’ Nabi menjawab, ‘Puasa di Bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharam’,” (H.R. Ibnu Majah).(*)