JAKARTA – Sebuah reklame raksasa yang mempromosikan produk mobil mewah di kawasan Jalan Lingkar Luar Barat, tepatnya di depan Green Sedayu Mall, Cengkareng, Jakarta Barat, kembali menjadi sorotan publik.
Pemasangan reklame ini diduga melanggar sejumlah peraturan terkait reklamasi di Jakarta, terutama soal pajak, lokasi penempatan, serta jenis reklame yang diperbolehkan.
Papan reklame yang kokoh berdiri di atas lahan fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos) ini tidak hanya dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No. 100 Tahun 2021, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang.
Berdasarkan pergub tersebut, reklame di Jakarta terbagi dalam tiga zona: zona ketat, zona sedang, dan zona khusus, masing-masing dengan peraturan yang spesifik. Pemasangan reklame besar ini justru terjadi di kawasan Cengkareng yang termasuk dalam zona ketat, namun reklame tersebut dipasang di lokasi yang seharusnya tidak diperkenankan.
Tidak hanya itu, reklame ini juga dipasang tanpa memenuhi kewajiban pembayaran pajak dan retribusi yang menjadi hak daerah. Hal ini semakin memperburuk dugaan adanya celah dalam pengawasan reklame di ibu kota, yang diduga memberi ruang bagi praktik-praktik ilegal.
Ketua DPD Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Penegakan Hukum dan Keadilan (LSM PPHK) Provinsi DKI Jakarta, Awy Eziary, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lemahnya penegakan hukum dalam kasus ini. Awy menilai bahwa pengabaian terhadap aturan reklame ini membuka pintu bagi oknum pejabat untuk terlibat dalam praktik korupsi dengan menerima imbalan dari para pelaku reklame ilegal.
“Pengawasan yang lemah membuka peluang korupsi. Tidak hanya pengusaha yang melanggar, tetapi juga oknum ASN yang ikut menikmati keuntungan dari praktik-praktik ilegal ini,” kata Awy dengan tegas, Selasa (24/12/2024).
Awy menambahkan, selain merugikan pendapatan asli daerah (PAD), praktik semacam ini juga merusak citra pemerintah. Ketidakpatuhan terhadap peraturan menyebabkan ketidakadilan bagi masyarakat yang taat pada hukum, sementara para pelanggar malah diuntungkan.
Menanggapi hal tersebut, Awy berjanji untuk terus mengkritisi masalah ini dan melaporkannya kepada pihak berwenang. “Kami akan terus menuntut agar tindakan tegas diambil, agar masalah reklame ilegal ini mendapat perhatian serius dan diselesaikan,” ujarnya.
Dengan perdebatan yang semakin memanas, tuntutan agar pemerintah DKI Jakarta lebih tegas dalam menegakkan peraturan reklame semakin mendesak. Bukan hanya untuk menciptakan ketertiban, tetapi juga untuk mencegah praktik korupsi yang dapat merusak reputasi pemerintahan yang bersih dan transparan. Pemerintah harus segera bertindak agar Jakarta dapat kembali menjadi kota yang tertib, aman, dan adil bagi seluruh warganya.*