SEMARANG – Puluhan tenaga Kesehatan (Nakes) honorer di Jawa Tengah minta kepada pemerintah untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Mereka meminta menjadi PPPK setelah merasa dirinya merasa telah berkontribusi alam penanganan pandemic Covid-19. Mereka itu rata-rata adalah perawat dan bidan yang bekerja di rumah sakit milik pemerintah
Koordinator Forum Tenaga Kesehatan Honorer Jawa Tengah, Bambang minta Menkes harus hadir dan menyikapi tuntutan tersebut. Jika tidak permintaan itu tidak dipenuhi, pihaknya akan menggelar unjuk rasa ke Senayan.
“Kami minta Menkes hadir. Jika tidak kami akan datang ramai ramai datang ke DPR RI memperjuangkan nasib kami,” kata dia di Semarang Jumat (18/2) kemarin.
Menutunya tenaga kesehatan, perawat dan bidan selama ini sudah bekerja profesional, terutama dalam penanganan Covid-19.
Namun di sisi lain, banyak di antara mereka yang tidak mendapat gaji layak. Bahkan hingga saat ini, formasi dan afirmasi belum ada sama sekali. Untuk itu, mereka akan melakukan pendekatan ke kepala daerah agar mendapatkan afirmasi.
“Kami menuntut Kemenpan dan Mendagri memberikan afirmasi. Karena sudah bekerja puluhan tahun disetarakan dengan tenaga baru,” sambungnya.
Selain itu mereka juga meminta agar tidak ada lagi sistem kontrak dalam kepegawaian kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan diberikan upah layak, yakni di atas UMR.
Sementara itu Anggota Komisi IX DPR RI, Edi Wuryanto menyatakan akan siap membantu menjembatan tenaga kesehatan honorer untuk mendapatkan haknya.
“Kami dari komisi IX sudah membentuk panitia kerja nakes honorer yang lebih sistematik untuk menyelesaikan persoalan ini. Berdasarkan PP 48 Tahun 2014 dan PP Permenpan 70 tahun 2020 memungkinkan para nakes honorer akan diangkat menjadi P3K,” jelas dia.
Edy mengungkapkan, banyak kepala daerah mendirikan rumah sakit pemerintah namun tidak bisa mengalokasikan tenaga kesehatan menjadi tenaga P3K. Padahal para nakes sudah mengabdi puluhan.
“Jangan sampai para nakes melakukan kegiatan yang membahayakan akibat tidak diperhatikan pemerintah. Maka sistem rekrutmen alokasi nakes dibuat afirmasi mereka. Kepala daerah harus mengusulkan ke Mendagri total alokasi. Persoalan biaya, kepala daerah harus menyediakan dari APBD,” tandasnya.