Penelitian Sebut Ketergantungan pada Mobil Listrik Berbasis Baterai Berdampak Buruk Bagi Lingkungan

  • Bagikan
Ilustrasi mobil listrik. (Foto/istimewa)

JAKARTA- Gill Pratt, Kepala Peneliti Toyota, memaparkan data penelitiannya yang terbalik dari anggapan orang-orang selama ini tentang mobil listrik.

Pendapat umum tentang mobil listrik yakni ramah lingkungan dan mampu menekan emisi karbon yang merupakan polusi udara. Namun penelitian Pratt mengungkap hanya bergantung pada mobil listrik berbasis baterai saja, tanpa memperhatikan teknologi lain seperti hybrid atau hidrogen, justru bisa berdampak lebih buruk untuk lingkungan.

Dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) Davos beberapa waktu lalu, Pratt mengatakan mobil listrik memang tidak menghasilkan emisi gas buang, tapi sangat tergantung pada ketersediaan litium, mineral yang banyak digunakan untuk produksi paket baterai.

Pratt kemudian menjelaskan masalah di balik mobil listrik bertenaga baterai melalui contoh sederhana. Misalnya, 100 mobil berbahan bakar mesin akan mengeluarkan 250 g/km CO2.

BACA JUGA :  Dukung Transisi Energi, Kendaraan Dinas Pusat dan Daerah Bakal Beralih ke Tenaga Listrik

Kemudian, jika satu mobil listrik menggunakan 100 kWh, tapi 99 lainnya tetap menggunakan bahan bakar bensin, maka emisi CO2 hanya berkurang menjadi 248,5 g/km.

“Tesis kami adalah ini belum tentu merupakan hal terbaik untuk dilakukan sepanjang waktu….karena, dalam hal ini kami hanya mengganti satu, tetapi 99 lainnya masih mobil berbahan bakar mesin. Rata-rata emisinya hanya turun sedikit,” kata Platt, sebagaimana dikutip dari Carbuzz, Rabu (1/2).

Di sisi lain, menurut Pratt ketersediaan litium sebagai bahan baku untuk baterai mobil juga berpotensi defisit pada 2040.

“Litium tidak akan cukup dan alasannya adalah tambang membutuhkan waktu 10-15 tahun untuk didirikan, dan pabrik baterai hanya dua hingga tiga tahun. Akan ada krisis pasokan (litium) yang sangat besar,” ungkap dia.

BACA JUGA :  Harga Mobil Listrik Mahal, Pemkab Malang: APBD Terbatas

Belum lagi, jelas Pratt, saat permintaan mobil listrik meningkat maka yang terus diantisipasi ialah kurangnya titik pengisian ulang baterai.

Menurut dia di beberapa negara infrastruktur pengisian baterai kurang ramah dan tidak semua orang bisa dengan mudah mengakses jaringan pengisian daya.

Kendati begitu, bukan berarti Toyota sepenuhnya menentang mobil listrik. Pratt beranggapan pabrikan asal Jepang ini memilih pendekatan multi platform soal elektrifikasi kendaraan.

Toyota adalah pelopor teknologi hybrid dan kini sudah menawarkan mobil listrik seperti bZ4X.

“Kita harus mengelektrifikasi kendaraan sebanyak mungkin, tapi kita tidak harus membuatnya hanya dengan satu cara. Satu cara yang paling Anda kenal adalah kendaraan listrik baterai murni, tapi ternyata itu menggunakan banyak litium,” katanya.

BACA JUGA :  Efek Bahaya Ketika Aktifkan Rem Tangan Ketika di Lampu Merah

Menurut Pratt teknologi kendaraan listrik lain seperti hybrid dan plug-in hybrid menggunakan lebih sedikit litium daripada mobil listrik berbasis baterai murni.(*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights