Pada 1931, Rasuna Said pindah ke Kota Padang. Di sana dia meluncurkan divisi perempuan PERMI yang terfokus pada membuka sekolah sastra untuk perempuan di seluruh Sumatra Barat.
Akibat pidato yang menyinggung Belanda, Rasuna akhirnya ditangkap dan dipenjara tahun 1932 di Semarang. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapa pun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
Rasuna Said sempat ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail. Sebelum dihukum penjara, ia menjalani persidangan di Payakumbuh dan ribuan orang datang memberikan dukungan. Rasuna Said pun menyampaikan pidato pembelaannya yang sangat menginspirasi.
Muslimah yang selalu mengenakan kerudung itu dijatuhi hukuman penjara dua tahun dan baru bebas pada 1934. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
Saat itu usia Rasuna Said ada di angka 24 tahun. Ia pun memulai karier jurnalistiknya di Majalah Raya pada 1935. Karena ruang gerak yang dibatasi Belanda, Rasuna Said pindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus perempuan Perguruan Putri dengan menanamkan semangat nasionalisme dan antikolonialisme melalui tulisannya untuk kemerdekaan Indonesia.
Dia juga menerbitkan majalah Menara Putri yang membahas seputar pentingnya peran wanita, dan keislaman. Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang.
Namun organisasi itu dibubarkan Pemerintah Jepang. Tak berhenti, Rasuna bersama Khatib Sulaiman aktif memperjuangkan dibentuknya barisan Pembela Tanah Air (Peta). Laskar inilah yang kelak menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Setelah kemerdekaan Indonesia, HR Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatra Barat.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Kemudian dia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya.
Karena keaktifannya di dunia politik, Rasuna kurang memperhatikan kesehatannya sendiri. Ia baru diketahui mengidap penyakit kanker darah yang sudah parah. Rasuna akhirnya meninggal dunia pada 2 November 1965 pada umur 55 tahun.
Rasuna Said dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Karena perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa, Rasuna digelari Pahlawan Nasional dengan SK Presiden No 084/TK/Tahun 1974.(*)