Media Sosial dan Kampanye LGBT Picu Ledakan Transgender Anak di Barat

  • Bagikan
Media Sosial dan Kampanye LGBT Picu Ledakan Transgender Anak di Barat. (Foto ilustrasi: shutterstock)

LONDON- “Dalam beberapa tahun belakangan, ledakan itu terjadi. Kami kebingungan mengapa bisa begini, dan hal ini tergolong sukar dibicarakan dengan rekan-rekan,” ujar seorang psikiatris anak di London kepada the Guardian, dikutip Sabtu (3/12/2022).

Ia bicara tentang meroketnya anak-anak di bawah 18 tahun yang mengidentifikasi gender mereka berbeda dari kelamin saat dilahirkan alias disforia gender. 

Perempuan yang telah buka praktek sejak 17 tahun lalu itu mengenang, pada masa lalu, ia hanya menemui kasus serupa sekali dalam dua tahunan.

Saat ini, sekitar 10 hingga 20 persen pasiennya terkait kasus disforia gender tersebut. Kebanyakan adalah anak-anak perempuan usia 12-13 tahun yang ingin mengubah gender menjadi lelaki.

Psikiater senior lainnya menuturkan, saat ini sekitar 5 persen pasiennya menghendaki perubahan kelamin.

“Ini terjadi sejak lima atau sepuluh tahun belakangan. Kami melihat peningkatan tajam jumlah gadis usia 12-13 tahun yang ingin menjadi lelaki. Mereka mengubah nama dan mendesak untuk menjalani penekan hormon dan pubertas,” ujarnya.

BACA JUGA :  Ini Cara Jitu Merawat Pernikahan Berjalan Langgeng

Lonjakan itu bukan dugaan semata. Studi yang dilancarkan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris mencatat, pada 2021 tercatat lebih dari 5.000 anak menginginkan berganti gender. Jumlah itu melonjak seratus persen dari tahun sebelumnya. Sepuluh tahun sebelum itu, hanya 250 kasus tercatat.

Tak hanya di Inggris, ledakan serupa juga tercatat dalam jumlah sangat masif di Amerika Serikat. Bekerja sama dengan Komodo Health Inc, Reuters melacak anak-anak yang menjalani prosedur perubahan gender di Amerika Serikat dalam beberapa tahun belakangan. 

Temuan yang dilansir Oktober lalu itu menunjukkan, pada 2021 sebanyak 42 ribu anak-anak didiagnosis memiliki kecenderungan disforia gender. Jumlah itu melonjak tiga kali lipat ketimbang jumlah pada 2017. Sejak 2017, tercatat sedikitnya 121.882 anak usia 6-17 tahun didiagnosa mengalami disforia gender. Dan jumlah ini sangat mungkin jauh lebih sedikit ketimbang jumlah sebenarnya karena sejauh ini hanya pengguna asuransi kesehatan yang dihitung.

Anak kecil dengan rok tutu berwarna pelangi saat mengikuti Pride Parade atau festival selebrasi LGBTQ di Toronto, Ontario, Canada. (Getty Images)

Jumlah anak-anak yang didukung orang tua mereka menjalani prosedur perubahan gender juga melonjak tajam. Prosedur ini biasanya dilakukan pada usia 10-11 tahun.

BACA JUGA :  Ilmuwan: Kebanyakan Orang Mengatakan Dua Kebohongan Setiap Hari

Pengguna obat-obatan penekan pubertas pada 2021, tercatat sebanyak 1.390 anak. Pengobatan ini menekan perubahan tubuh terkait pubertas pada anak-anak. Misalnya, ia menahan pertumbuhan payudara pada perempuan serta mencegah pertumbuhan jakun pada pria.

 Jumlah ini melonjak dari 1.101 anak pada 2020, dan merupakan lonjakan dua kali lipat dibandingkan angka pada 2017. Secara total, ada 4.780 anak-anak diberikan obat penekan pubertas sepanjang lima tahun terakhir.

Sementara anak-anak yang diberikan terapi hormon di AS mencapai 4.231 anak pada 2021. Jumlah ini melonjak lebih dari separuh dibandingkan 1.905 anak pada 2017. Secara total, sebanyak 14.726 anak menjalani terapi hormon di AS lima tahun belakangan.

BACA JUGA :  Perbedaan Masker N95, KN95 dan KF94

Terapi ini dilakukan dengan menyuntikkan testosteron pada remaja yang lahir sebagai perempuan untuk menumbuhkan ciri-ciri kelaki-lakian, dan sebaliknya penyuntikan estrogen pada remaja yang lahir sebagai lelaki agar mendapat ciri-ciri feminin.

Sementara operasi pergantian kelamin dilakukan pada 282 anak/remaja pada 2021. Jumlah tindakan ini mengalami kenaikan stabil sejak 2019 (238 operasi) dan 2020 (256 operasi). Kenaikan ini disertai melonjaknya juga klinik layanan pergantian gender bagi anak di AS yang kini mencapai lebih dari 100 unit dari nol pada 15 tahun lalu.

Persoalannya kemudian, sejauh ini belum ada hasil uji saintifik soal bagaimana dampak prosedur-prosedur tersebut bagi masa depan penggunanya. Sebagian dokter meyakini, penghambat pubertas pada anak lelaki bisa menghambat juga perkembangan tulang dan otak. 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights