TANGERANG SELATAN – Pengelolaan retribusi pelayanan pasar di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kembali menjadi sorotan tajam. Aktivis dan pengamat hukum Tangerang Raya, Akhwil, S.H., menyatakan bahwa sistem pengelolaan yang ada saat ini jauh dari ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda).
Hal ini terbukti setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya potensi kerugian pendapatan daerah yang mencapai Rp682,6 juta akibat pengelolaan yang buruk dan tidak optimal.
Menurut Akhwil, perbedaan mencolok antara target dan realisasi pendapatan sangat jelas terlihat. Pada tahun 2023, target retribusi pelayanan pasar Kota Tangsel dipatok sebesar Rp3,82 miliar. Namun, yang tercapai hanya Rp1,39 miliar atau sekitar 36,54% dari target yang ditetapkan.
Angka ini menunjukkan adanya ketidakserasian antara perencanaan dan pelaksanaan, serta indikasi adanya kelemahan dalam mekanisme pemungutan retribusi yang patut dipertanyakan.
“Berdasarkan data yang ada, sangat jelas ada masalah dalam penetapan dan pemungutan retribusi. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut, karena dampaknya bukan hanya pada pendapatan daerah, tetapi juga terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” ujar Akhwil dengan tegas, Kamis (26/12/2024).
BPK juga menemukan beberapa temuan yang mencoreng transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pasar. Salah satunya adalah belum ditetapkannya Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) bagi sejumlah pedagang, yang berpotensi menimbulkan hilangnya pendapatan daerah.
Pada praktiknya, UPTD Pengelola Pasar hanya menerbitkan SKRD untuk pedagang yang sudah membayar, dengan alasan untuk menghindari pengakuan piutang atas pedagang yang tidak melunasi kewajiban mereka.
Padahal, dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 4 Tahun 2021, jelas dinyatakan bahwa SKRD harus diterbitkan untuk semua retribusi yang terutang, tanpa terkecuali. Ini berarti pengelolaan retribusi pasar di Tangsel tidak hanya cacat dari sisi operasional, tetapi juga berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Akhwil menegaskan bahwa pembinaan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan pasar di Tangsel harus segera dilakukan. Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya berfokus pada pencapaian target pendapatan, tetapi juga memastikan bahwa proses pemungutan retribusi sesuai dengan peraturan dan transparansi tetap terjaga.
Sebagai langkah perbaikan, Akhwil mengusulkan agar Pemerintah Kota Tangerang Selatan segera menagih pedagang yang menunggak retribusi. Meski demikian, ia menekankan perlunya pengawasan yang lebih intensif agar proses ini berjalan dengan benar dan tidak justru menciptakan potensi masalah baru.
“Jika pengelolaan retribusi pasar dapat diperbaiki dengan baik, bukan hanya pendapatan asli daerah yang akan meningkat, tetapi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga akan semakin kuat,” tutup Akhwil.
Dengan masih adanya potensi kerugian hingga ratusan juta rupiah dan ketidaksesuaian pengelolaan dengan Perda, langkah-langkah perbaikan yang lebih serius dan terukur sangat diperlukan agar masalah ini tidak terus berlarut-larut. Jika dibiarkan, dampaknya bukan hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga bisa mencoreng citra pemerintah daerah di mata publik.*