JAKARTA – Pernyataan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, mengenai penanganan reklame ilegal di kawasan Jalan Outer Ringroad, Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, menuai kritik tajam.
Beberapa kalangan menilai bahwa Satriadi tidak memahami dengan baik Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang reklame, serta dianggap mengeluarkan pernyataan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Satriadi menyebutkan bahwa Satpol PP DKI Jakarta telah melakukan tindakan penyegelan terhadap reklame yang melanggar aturan dan memberi kesempatan kepada pemilik reklame untuk mengurus izin. “Kami hanya melakukan pengawasan dan sudah disegel. Jika izin sudah dikeluarkan oleh DCKTRP dan PTSP, silakan dilanjutkan,” ujar Satriadi, saat mendampingi PJ Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, dalam kegiatan monitoring arus mudik Natal dan Tahun Baru di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, pada Sabtu (21/12/2024).
Namun, pernyataan ini mendapatkan tanggapan keras dari Ketua DPD Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Penegakan Hukum dan Keadilan (LSM PPHK) Provinsi DKI Jakarta, Awy Eziary, yang juga seorang akademisi. Awy menyatakan bahwa Satriadi tidak memahami dengan baik Pergub DKI Jakarta No. 100 Tahun 2021, yang mengatur pemasangan reklame di Jakarta.
Menurut Awy, reklame tiang tunggal yang terpasang di kawasan tersebut jelas melanggar ketentuan yang ada, karena hanya reklame yang dipasang di dinding bangunan atau di atas bangunan dalam bentuk digital, billboard, neon box, atau neon sign yang diperbolehkan.
Lebih lanjut, Awy menjelaskan bahwa peraturan ini telah dijelaskan dengan rinci dalam Perda No. 9 Tahun 2014 dan Pergub No. 100 Tahun 2021, yang mengatur tentang persyaratan teknis dan administratif reklame, serta penetapan lokasi-lokasi strategis untuk pemasangan reklame. Awy menambahkan bahwa pengawasan terhadap reklame ilegal di DKI Jakarta dinilai belum maksimal, yang membuka celah bagi praktik korupsi dan pelanggaran hukum lainnya.
“Kasatpol PP DKI Jakarta seharusnya lebih memahami aturan-aturan yang ada, dan bukan hanya melakukan penyegelan tanpa ada tindakan tegas. Pengawasan yang lemah ini juga memberikan ruang bagi oknum-oknum ASN untuk terlibat dalam praktik korupsi,” ujar Awy.
Awy menegaskan bahwa masalah reklame ilegal di Jakarta bukan hanya soal administratif, tetapi juga terkait dengan penegakan hukum yang lemah. Oleh karena itu, dia menuntut agar Pemprov DKI Jakarta segera melakukan evaluasi terhadap pengangkatan Kasatpol PP dan melakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran reklame ilegal ini, agar dapat memulihkan kepercayaan publik dan meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak reklame.
Awy berjanji akan terus mengkritisi dan membawa masalah ini ke DPRD DKI Jakarta hingga solusi yang tuntas ditemukan. “Kami tidak akan berhenti hanya dengan kritikan. Kami akan terus menyuarakan masalah ini kepada pihak DPRD hingga masalah reklame ilegal ini mendapatkan perhatian serius,” ujarnya.*