JAKARTA – Masjid Istiqlal bukan sekadar bangunan megah yang berdiri kokoh di jantung ibu kota. Bagi saya, Joko Prayitno, atau yang akrab disapa Joko Dolok, masjid ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang menghubungkan tiga generasi keluarga kami, kakek, bapak, dan saya sendiri.
Merayakan Milad Istiqlal Ke-39 dengan Bersih-bersih

Sebagai rangkaian awal perayaan Milad ke-39 Masjid Istiqlal, kegiatan bersih-bersih digelar dari 10 hingga 20 Februari 2017. Berbagai elemen masyarakat dan kelompok pencinta alam bergabung untuk berkontribusi. Saya, yang kini bekerja sebagai fotografer di media siber Garuda News, turut serta dalam kegiatan ini sebagai relawan dokumentasi.
Menjadi bagian dari aksi sosial ini memberi saya kesempatan untuk melihat dan merasakan kembali kemegahan Istiqlal dari sudut yang berbeda. Sebagai pencinta alam, saya naik turun sebanyak 400 anak tangga dan bolak-balik dua kali ke menara masjid untuk mengabadikan momen berharga ini. Keringat yang bercucuran terasa ringan, karena saya tahu, langkah-langkah ini adalah bagian dari sejarah panjang keluarga kami dengan Istiqlal.
Jejak Kakek dan Bapak di Istiqlal

Masjid Istiqlal diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 22 Februari 1978. Namun, jauh sebelum itu, di akhir 1960-an, saat pembangunan masih berlangsung, kakek dan bapak saya sudah menjadi bagian dari perjalanan berdirinya rumah ibadah terbesar di Asia Tenggara ini.
Saya lahir di Jakarta pada 28 Januari 1968. Saat saya masih bayi berusia satu tahun, ibu bercerita bahwa bapak dan kakek bekerja sebagai kuli bangunan di Istiqlal pada tahun 1969. Namun, bapak hanya bekerja dalam waktu singkat karena sebuah musibah menimpa salah satu rekan kerjanya di area pembangunan masjid. Kejadian itu membuat bapak memilih berhenti, sementara kakek tetap bertahan selama dua tahun berikutnya.
Ketika saya berumur delapan tahun, tepatnya tahun 1976, Istiqlal sudah hampir rampung. Saya ingat betapa bapak sering bercerita tentang bagaimana kakek menghabiskan hari-harinya bekerja di proyek besar itu. Saat itu, saya hanya bisa membayangkan betapa megahnya bangunan yang sedang mereka kerjakan.
Syukur dan Kebanggaan Menjadi Bagian dari Istiqlal

Tahun 2017 menjadi tahun penuh makna bagi saya. Bisa berkontribusi dalam kegiatan bersih-bersih Istiqlal bukan hanya soal merayakan milad ke-39 masjid ini, tetapi juga tentang meneruskan kecintaan keluarga saya terhadapnya. Saya membayangkan kakek dan bapak, dengan keringat dan tenaga mereka, ikut meletakkan fondasi tempat ibadah ini. Kini, saya berdiri di tempat yang sama, bukan sebagai kuli bangunan, tetapi sebagai seorang fotografer yang mendokumentasikan keindahan dan sejarah yang mereka tinggalkan.

Masjid Istiqlal bukan hanya tentang arsitektur yang megah atau simbol kebanggaan bangsa. Bagi saya, ia adalah warisan keluarga, bukti perjalanan tiga generasi yang pernah menjadi bagian dari sejarahnya. Dan hari itu, di tengah kesibukan membersihkan lantai, menaiki anak tangga, dan mengabadikan momen, saya tahu bahwa cinta keluarga kami terhadap Istiqlal akan selalu hidup, melewati waktu dan generasi berikutnya.*