Dipecat Berlapis, Hendry CH Bangun Bukan Anggota PWI Lagi, Begini Penjelasan Lengkap Sekjen PWI Pusat

  • Bagikan
Sekretaris Jendral (Sekjen) PWI Pusat, Wina Armada Sukardi.

JAKARTA- Sekretaris Jendral (Sekjen) PWI Pusat, Wina Armada Sukardi, menegaskan sekaligus mengingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa Hendry CH Bangun saat ini bukan lagi anggota atau wartawan PWI, apalagi sebagai ketua umum.

Peringatan ini demi mencegah masyarakat dan pemerintah supaya tidak terkecoh oleh berbagai manuver yang bersangkutan.

“Saudara Hendry sudah dipecat oleh tiga lapis struktur PWI,” kata Wina Armada kepada para wartawan.

Menurut Wina Armada, pertama-tama Hendry CH Bangun dipecat oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat, terkait penyelewenangan dana Ujian Kompetensi Wartawan (UKW PWI ) yang bersumber dari BUMN sebesar Rp 6 miliar melalui modus operandi cashback. Dia diduga mengambil uang organisasi seakan dana cashback itu diminta pihak BUMN.

Selain itu Hendry juga dinilai membangkang terhadap keputusan Dewan Kehormatan dan melakukan pelanggaran organisasi.

“Selanjutnya, pemecatan dikukuhkan oleh Pengurus PWI Provinsi DKI Jakarta. Setelah Pengurus Provinsi DKI Jakarta mempelajari dengan seksama atas keputusan Dewan Kehormatan terhadap pemecatan Hendry lalu keanggotaannya pun dicabut,” terang Wina Armada.

Pengurus Provinsi DKI Jakarta mengukuhkan pemecatan itu dalam proses berita acara. Hal ini , kata Wina Armada, karena Hendry sebelumnya tercatat sebagai anggota PWI dari Provinsi DKI Jakarta, sehingga proses berita acara pemecatan harus dari Pengurus PWI DKI Jakarta.

Kemudian, pemecatan Hendry dilakukan dan diperkuat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PWI. Hasil KLB menegaskan, semua tindakan Hendry setelah dipecat dinilai KLB ilegal atau tidak sah.

BACA JUGA :  Pejuang UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun Tutup Usia

“Jadi pemecatan terhadap Hendry sangat terukur, bukan keputusan kaleng- kaleng,” ujar Wina.

Wartawan senior ini mengungkapkan, ketika itu Hendry berkilah terhadap pemecatannya oleh Dewan Kehormatan, dia menilai keputusan pemecatan dirinya tidak sah karena Sekretaris Dewan Kehormatan sudah dia berhentikan lebih dahulu.

Namun, menurut Wina Armada, alasan ini hanya topeng saja karena tidak mau melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan.

Wina yang menjadi salah seorang perumus Kode Etik Jurnalistik (KEJ) ini menguraikan, terhadap penolakan Hendry tersebut dapat dibantah dengan tiga hal. Pertama, keputusan Dewan Pers yang ditolak Hendry itu, merupakan keputusan lembaga Dewan Kehormatan, dan bukan keputusan indvidual.

Pemecatan terhadap Hendry Ch Bangun diambil dalam sidang pleno Dewan Kehormatan, bukan pendapat pribadi, termasuk bukan keputusan pribadi Sekretaris Dewan Kehormatan.

Kedua, Sasongko Tedjo sebagai ketua Dewan Kehormatan dipilih dalam Kongres PWI di Bandung September 2023, namanya tercantum dan ada di dalam Akte Administrasi Hukum
Umum (AHU), sehingga mempunyai legalitas dan kewenangan yang jelas.

Ketiga, Hendry baik sebagai anggota maupun sebagai ketua umum tidak berhak melakukan pemberhentian terhadap anggota Dewan Kehormatan.

“Itu ibarat kopral memerintah jenderal,” kata ahli hukum pers dan etika ini.

Demikian pula alasan Hendry mengatakan sudah mendapat persetujuan dari rapat pleno diperluas untuk memberhentikan sekretaris Dewan Kehormatan. Namun, bagi Wina Armada pendapat tersebut mencerminkan ketidakpahaman yang bersangkutan terhadap hirarki aturan organisasi PWI. Hal ini karena rapat tersebut tidak mempunyai otoritas atau kewenangan memberhentikan anggota Dewan Kehormatan.

BACA JUGA :  Imigrasi Soekarno-Hatta Amankan 17 Warga Negara Asing

Lagipula faktanya Rapat Pleno yang diperluas tersebut sama sekali tidak mengeluarkan keputusan memberhentikan sekretaris Dewan Kehormatan.

“Itu cuma keinginan dan tafsir Saudara Hendry saja“ tandas Wina yang pernah menjabat Sekjen PWI Pusat periode 2003 – 2008.

Wina Armada mengaku, sebenarnya dia enggan untuk melakukan konfrontasi mengenai masalah ini. Dia menyatakan sebelumnya lebih mencari penyelesaian nyata, efektif dan damai. Tapi berbagai informasi dan tudingan yang berat sebelah, membuatnya mau angkat bicara.

“Anggap saja ini semacam hak jawab yang bersifat publik,” tuturnya.

Ikhwal AHU yang digadang-gadang Hendry untuk menunjukkan keabsahan kepengurusannya, lulusan Fakuktas Hukum UI ini menjelaskan, itu merupakan tipu daya dan jebakan, lantaran AHU tersebut sejatinya saat ini sudah dan sedang dibekukan oleh Kemenkum.

Wina mempersilahkan pihak terkait mengecek langsung ke Dirjen AHU agar tidak terjebak. Perhatikan saja dimensi waktunya. Hendry mendaftarkan hasil pleno diperluas 9 Juli 2024, sedangkan pembekuan hasil pleno itu tertanggal 16 Juli 2024. Modal AHU yang sudah dblokir itu yang digunakan mengelabui Pemprov Kalimantan Selatan untuk jadi tuan rumah HPN 2025.

Dia mencatut nama Presiden Prabowo, sejumlah menteri, dan Ketua MPR -RI akan menghadiri acara tersebut. Faktanya, berbanding terbalik dengan kenyataan. Gubernur Kalses saja tidak hadir pada acara peringatan HPN 9 Februari di Banjarmasin.

BACA JUGA :  Viral Parkir Liar di Kawasan Masjid Istiqlal Dimintai Rp10 Ribu per Motor, Polisi Turun Tangan

“Jadi buat para mitra, mohon berhati-hati agar tidak menjadi korban bualan mengenai AHU,” tegas wartawan yang pernah mendapat bea siswa belajar hukum pers, politik dan HAM di Amerika Serikat.

Berdasarkan hal itu, Wina Armada melanjutkan, Hendry sama sekali bukan korban, apalagi terkena fitnah, melainkan justru dialah aktor utama.

“Dia mau menggunakan modus didzolimi sehingga diberi empati, tapi pemakaian strategi itu tidak tepat dan malah membuat dirinya banyak mengalami masalah,” tutur Wina.

Konseptor sebagian besar regulasi di Dewan Pers ini, mengungkapkan, dia dan Hendry sama-sama satu angkatan dalam karier kewartawanan. Pada tahun 1979 mereka mulai meniti pelatihan pers di Surat Kabar Kampus UI Salemba.

”Bedanya saya lulus waktu pendidikan pers saat itu, sedangkan dia tidak lulus, sehingga tidak diterima di Surat Kabar Kampus UI Salemba,” ungkap Wina.

Manakala terjadi perbedaan pendapat, tambah penulis banyak buku hukum dan etika pers, Hendry pernah memakinya di media sosial.

“Dia bilang soal saya, nama kesohor tapi otak bego,” Wina mengaku kala itu dia tak menanggapi ocehan itu karena publik dapat menilai mana yang baik atau buruk.

Sebagai sahabat, Wina menilai sebaiknya Hendry legowo, sumarah dan kontemplasi. Jangan dikuasai oleh nafsu angkara murka.

“Bagaimana pun sebagai sesama wartawan senior, kita tidak mengharap dia mendapat stroke apalagi gangguan jiwa. Sebaliknya dia tetap waras,” kata Wina Armada. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights