JAKARTA – Sebanyak 30 persen dari 3,9 juta Aparatur Negeri Sipil (ASN) tidak bekerja saat work from home (WFH) diberlakukan.
Hal itu dikatakan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana saat melakukan siaran daring di kanal Youtube ASNPelayananPublik.
Bima menyimpulkan dari hasil survey Google yang menyebut dari 100 persen ASN yang bekerja WFH, 30 persen mengatakan beban kerja lebih berat, 40 persen menganggap sama dengan bekerja di kantor (WFO), sementara 30 persen lainnya tidak menjawab.
“30 persen lainnya tidak menjawab, mungkin lebih ringan atau tidak bekerja. Jadi dari data itu saja kita tahu 30 persen ASN enggak ngapa-ngapain,” kata Bima dikutip, Sabtu (23/7)
“Itu pun kalau di-press lagi yang 40 persen ini kalau mereka dipaksa lebih berat, bisa juga. Mungkin separuhnya tidak melakukan apa-apa,” imbuhnya.
Bima menyebut banyak ASN beralasan tidak bisa teknologi digital. Bima menilai ASN harusnya belajar bukan beralasan.
“Alasannya: kami sudah tua katanya. Yang pertama itu bukan tidak mampu, dia tidak mau belajar. Kedua, kita tidak bisa berharap lagi dengan orang-orang yang tidak ingin melakukan perubahan,” ujar dia.
Menurut Bima ASN di Indonesia itu jumlahnya banyak, tapi kualitasnya rendah. Bima menyebut penilaian itu dilihat dari kompetensi ASN dan kemauan dalam menyesuaikan perkembangan digital.
“Jadi PNS kita too many, but not enough dari sisi kompetensinya,” katanya.
Wacana ubah skema ASN
Bima menyebut banyak perubahan yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Banyak ASN yang meminta untuk tidak bekerja dari kantor. Sebab, ada pergeseran persepsi bahwa bekerja bisa di mana saja.
“Ketika WFO banyak yang bertanya: Pak, kita kan sudah selama hampir 2 tahun WFF oke oke aja tuh, kinerja kita terpenuhi, pelayanan publik tercapai. Apa kami harus WFO?” ucap dia.
Namun, setelah ia memperbolehkan WFH, permintaan lain pun dilontarkan oleh banyak ASN. Salah satunya, izin untuk melakukan pekerjaan lain di saat jam kerja.
“Kalau jawabannya bisa WFH, mereka bakal nanya lagi: kalau WFH, pekerjaan kami dari jam berapa sampai jam berapa. Dijawab, ya, dari jam 8 sampai jam 4,” kata dia.
“Kemudian ada pertanyaan lagi: kalau saya menyelesaikan pekerjaan saya lebih cepat, apakah saya bisa menggunakan sisa waktu untuk diri saya? Boleh saja. Ya tapi untuk apa sih? Dijawab, kami ingin bangun start up” imbuhnya.
Bima akhirnya sangsi dengan skema ASN yang sekarang. Saat ini, ASN terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan etos kerja ASN yang dia tahu, ia terpikir untuk menghapus PNS.
“Pertanyaanya apakah kita butuh fulltime ASn? kalau kita tidak butuh fulltime ASN, apakah kita butuh PNS?” kata dia.