Penundaan Pemilu 2024, Rampas Hak Rakyat dan Pekerjaan Rumit

  • Bagikan
Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015, Hamdan Zoelva, menyatakan penundaan pemilu dapat merampas hak rakyat dan merupakan pekerjaan yang sangat rumit (Poto:Istimewa)

JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015, Hamdan Zoelva, berujar pemilu sudah diatur pelaksanaannya yakni 5 tahun sekali yaitu berdasarkan konstitusi tepatnya pada Pasal 22E UUD 1945.

Dalam cuitan di akun twitter @hamdanzoelva dikutip Senin (28/2) Hamdan mengatakan tidak ada alasan moral, etik dan demokrasi menunda pemilu.

“Dari segi alasan, tidak ada alasan moral, etik dan demokrasi menunda pemilu. Bahkan dapat dikatakan merampas hak rakyat memilih pemimpinnya 5 tahun sekali,” ujar Hamdan dalam akun twitter @hamdanzoelva.

Ia juga menyatakan penundaan pemilu dapat merampas hak rakyat dan merupakan pekerjaan yang sangat rumit.

Jika pemilu ditunda, terang dia, maka harus mengubah ketentuan tersebut dengan cara yang sudah diatur dalam Pasal 37 UUD 1945, yakni melalui MPR.

Menurutnya penundaan pemilu bisa dilakukan dengan mengubah UUD 1945 yang menjadi wewenang MPR.

BACA JUGA :  Suara Istana Soal Penundaan Pemilu dan Presiden 3 Periode

“Jika hal tersebut dipaksakan tetap ada masalah lain yang sangat rumit,” ujarnya.

Lalu ketika pemilu ditunda, Hamdan mempertanyakan siapa yang akan menjadi presiden, anggota kabinet (menteri), serta anggota DPR, DPD, dan DPRD di Indonesia, karena masa jabatan mereka berakhir pada September 2024.

Sebab ia yang berperan dalam pembentukan lembaga MK itu menjelaskan UUD 1945 tidak mengenal pejabat presiden.

Malahan yang ada, menurut Pasal 8 UUD 1945, disebutkan bahwa jika presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Luar Negeri (Menlu), dan Menteri Pertahanan (Menhan).

“Tetapi itu pun tetap jadi problem, karena jabatan Mendagri, Menlu dan Menhan berakhir dengan berhenti atau berakhirnya masa jabatan presiden dan wapres yang mengangkat mereka, kecuali MPR menetapkannya lebih dahulu sebagai pelaksana tugas kepresidenan,” tutur Hamdan.

BACA JUGA :  Dinilai Tak Becus Bekerja, Gerindra Copot Taufik Sebagai Waketu DPRD DKI Jakarta

Ia berujar MPR bisa saja memilih dan menetapkan salah satu dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik (parpol) atau gabungan parpol yang pasangan calonnya memperoleh suara terbanyak dalam pemilu.

Dalam kondisi itu, lanjut Hamdan, siapa saja dapat diusulkan. Tidak harus presiden yang menjabat.

Namun, ada permasalahan lain yakni siapa nantinya yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, sementara masa jabatan mereka berakhir di 2024.

Untuk keperluan tersebut, menurut Hamdan, ketentuan UUD mengenai anggota MPR harus diubah, yaitu anggota MPR tanpa melalui pemilu dan dapat diperpanjang.

“Maka, untuk memuluskan skenario penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, harus ada Sidang MPR mengubah UUD, SI [Sidang Istimewa] MPR memberhentikan presiden-wapres dan mengangkat Presiden dan Wapres sebelum masa jabatan mereka berakhir,” kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar tersebut.

BACA JUGA :  Farisal Adib Diteriaki “Bupati Jepara 2024” Saat Gelar Lomba Senam Sehat Pemilu Damai

Hamdan mengatakan masalah lainnya muncul karena banyak DPRD seluruh Indonesia yang habis masa jabatannya pada Juli-Agustus-September 2024. Lantas, ia mempertanyakan apakah memungkinkan presiden diangkat kembali sebelum mereka (DPRD) berhenti secara bersamaan.

Pertanyaan itu timbul lantaran MPR hanya berwenang mengangkat presiden dan wakil presiden jika presiden dan wakil presiden secara bersamaan berhenti.

“Maka, jalan keluarnya berhentikan dulu presiden dan wapres sebelum masa jabatannya berakhir,” tandasnya.

Meskipun begitu, jika merujuk UUD 1945, Hamdan menjelaskan MPR tidak mempunyai dasar memberhentikan presiden dan wakil presiden begitu saja tanpa alasan. Kecuali, presiden dan wakil presiden berhenti bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti atau diberhentikan karena melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights