JAKARTA – Kelangkaan minyak goreng di sejumlah kota di Indonesia membuat Aliansi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo) angkat bicara.
Ketua Ketua Umum Appsindo Hasan mengatakan, pedagang pasar tradisional selalu disalahkan oleh masyarakat ketika harga bahan pangan melonjak. Beberapa pihak mengira pedagang menimbun bahan pangan, sehingga stok langka dan harga naik.
“Pihak tertentu menyatakan ini karena pedagang menyetok barang, padahal sumber dari atas, distributor besar itu yang permainkan harga,” jelas Hasan.
Appsindo mengklaim penurunan harga minyak goreng menjadi Rp14 ribu per liter hanya akal-akalan pemerintah. Pasalnya, stok untuk pasar tradisional sangat terbatas.
“Kami melihat ada akal-akalan dari pemerintah untuk menghindari kegaduhan di masyarakat. Pelaku usaha di pasar tradisional diberikan harga rendah tapi stok terbatas,” ungkap dalam Webinar ‘Minyak Goreng Langka, Ada Apa?’, Rabu (16/2) lalu.
Pemerintah menurut Hasan tak serius menyediakan stok minyak goreng untuk pedagang pasar tradisional. Alhasil, pelanggan lebih memilih ritel modern ketika mencari minyak goreng.
Sebab, pemerintah lebih mengutamakan ritel modern dalam mendistribusikan minyak goreng seharga Rp14 ribu per liter. Sementara, penyaluran minyak goreng murah ke pasar tradisional jauh lebih lambat.
“Kalau dari aliansi tidak protes didiskriminasi pasar modern dan tradisional berbeda, kami kemarin harga sampai Rp21 ribu, sedangkan ritel modern jauh di bawah itu,” papar Hasan.
Ia menambahkan pengelolaan pasar tradisional juga masih berantakan. Sementara, ritel modern terus berekspansi ke dekat pasar tradisional, sehingga mempengaruhi keuntungan pedagang.
“Janganlah ekonomi rakyat diadu dengan kekuatan kapitalis yang selama mendominasi perekonomian di tingkat bawah. Harapannya kasus minyak goreng jadi perubahan ke depan,” pungkas Hasan.