JAKARTA – Jumlah orang yang menandatangani petisi penolakan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) terus bertambah.
Berdasarkan pantauan Garudasatunews pada Senin (12/2) pukul 11.16 siang di website change.org, sudah ada 344.820 orang yang menandatangani petisi penolakan itu, meningkat 7 kali lipat lebih jika dibandingkan akhir pekan lalu.
Petisi ini dibuat Suharti Ete. Petisi ditujukan kepada 4 pihak, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Kementerian Ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan dan juga Presiden Jokowi.
Petisi dibuat karena JKT hanya bisa dicairkan pada usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun. Hal ini menurutnya sangat merugikan kaum buruh
Diketahui bahwa Permenaker Nomor 2 itu mengatur dana Jaminan Hari Tua (JHT) buruh baru bisa diambil saat usia buruh mencapai 56 tahun.
Artinya, kalau buruh di-PHK saat ia masih berumur 30 tahun, ia baru bisa ambil dana JHT-nya 26 tahun kemudian.
Sebagai informasi, Ida Fauziyah merilis aturan baru pencairan dana jaminan hari tua (JHT). Dalam aturan itu dijelaskan manfaat JHT dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, meninggal dunia.
Artinya JHT bisa dicairkan ketika pekerja sudah mencapai umur 56 tahun
Itu beda dengan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang mengatur manfaat JHT langsung diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.
Terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu pun memantik protes dari kalangan buruh. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) misalnya menyebut aturan JHT yang baru itu merupakan bentuk penindasan baru terhadap buruh.
Pasalnya, dengan aturan baru itu, buruh tak bisa leluasa memanfaatkan dana JHT mereka walaupun baru terkena PHK
“Peraturan baru ini sangat kejam bagi buruh dan keluarganya,” ucap Presiden KSPI Said Iqbal beberapa hari lalu.