Berbicara Bali seakan tidak ada habisnya. Pualu yang palimg unik sendiri di antara pulau-pulau lainnya di Indonesia ini memiliki keanekaragaman yang berbeda mulai dari kultur budaya hingga agama yang dianut oleh sebagian besar penduduknya.
Kali ini Garuda Satu News akan membahas sejarah Bali mulai dari ribuan tahun yang lalu, awal mula Bali sampai agama dan kebudayaannya. Tulisan ini didapat dari semua sumber ahli sejarah dan kebiudayaan yang di rangkum di dalam wikipedia wikipedia Berikut ulasanya.
Sejarah Bali
Sejarah Bali meliputi rentang waktu perkembangan kebudayaan masyarakat Bali. Sejarah Bali juga terkait dengan beberapa mitologi dan cerita rakyat, yang ada kaitannya dengan sejarah sebuah tempat atau peristiwa yang pernah ada di Bali.
Formasi Geologi

Pulau Bali, seperti kebanyakan pulau di kepulauan Indonesia, adalah hasil dari subduksi tektonik lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia. Dasar laut tersier, yang terbuat dari endapan laut purba termasuk akumulasi terumbu karang, terangkat di atas permukaan laut oleh subduksi. Lapisan batu kapur tersier yang terangkat dari dasar samudra masih terlihat di daerah-daerah seperti Bukit semenanjung dengan tebing batu kapur besar di Uluwatu, atau di barat laut pulau di Prapat Agung.[1]
Deformasi lokal lempeng Eurasia yang diciptakan oleh subduksi telah mendorong kerak kerak, yang menyebabkan munculnya fenomena vulkanik. Sederetan gunung berapi berjajar di bagian utara pulau itu, di poros Barat-Timur di mana bagian barat tertua, dan bagian timur terbaru.[1] Gunung berapi tertinggi adalah gunung berapi strato-aktif Gunung Agung, pada 3.142 m (10.308 kaki).
Aktivitas vulkanik telah berlangsung intens selama berabad-abad, dan sebagian besar permukaan pulau (diluar Semenanjung Bukit dan Prapat Agung) telah ditutupi oleh magma vulkanik. Beberapa endapan lama tetap (lebih tua dari 1 juta tahun), sementara sebagian besar bagian tengah pulau ditutupi oleh endapan vulkanik muda (kurang dari 1 juta tahun), dengan beberapa ladang lava yang sangat baru di timur laut karena letusan dahsyat akibat bencana alam Gunung Agung pada tahun 1963.[1]
Aktivitas gunung berapi, karena endapan abu yang tebal dan kesuburan tanah yang dihasilkannya, juga merupakan faktor kuat dalam kemakmuran pertanian pulau tersebut.[1]
Di tepi subduksi, Bali juga berada di tepi beting Paparan Sunda, tepat di sebelah barat garis Wallace, dan pada satu waktu terhubung ke pulau tetangga Jawa, terutama selama penurunan permukaan laut di dalam Zaman es. Karena itu fauna dan floranya mendekati benua Asia.[2]
Masa Prasejarah
Masa Paleolitik dan Mesolitik

Bali menjadi bagian dari paparan Sunda, pulau ini telah terhubung ke pulau Jawa berkali-kali dalam sejarah. Bahkan hari ini, kedua pulau hanya dipisahkan oleh Selat Bali yang berjarak 2,4 km.
Pendudukan oleh orang Jawa kuno sendiri terakreditasi oleh temuan orang Jawa, berumur antara 1,7 dan 0,7 juta tahun, salah satu spesimen Homo erectus yang pertama diketahui.[3]
Bali juga dihuni pada zaman Paleolitik (diperkirakan 1 SM hingga 200.000 SM), disaksikan oleh penemuan alat kuno seperti kapak tangan yang ditemukan di desa Sembiran dan Trunyan di Bali.[4][5]
Sebuah periode Mesolitik (200.000-30.000 SM) juga telah diidentifikasi, ditandai dengan pengumpulan dan perburuan makanan canggih, tetapi masih oleh Homo Erectus.[6] Periode ini menghasilkan alat yang lebih canggih, seperti mata panah, dan juga alat yang terbuat dari tulang hewan atau ikan.
Mereka tinggal di gua-gua sementara, seperti yang ditemukan di bukit Pecatu di Kabupaten Badung, seperti gua Selanding dan Karang Boma.[4] Gelombang pertama Homo Sapiens tiba sekitar 45.000 SM ketika orang-orang Australoid bermigrasi ke selatan, menggantikan Homo Erectus.[7]
Masa prasejarah Bali
Tonggak awal rentangan masa Bali Kuno, adalah abad ke-8 M. Atas dasar itu maka periode sebelum tahun 800 sesungguhnya tidak termasuk masa Bali Kuno. Gambaran umum periode tersebut diharapkan dapat menjadi landasan pembicaraan mengenai masa Bali Kuno, sehingga terwujud uraian lebih utuh. Gambaran periode sebelum tahun 800 itu meliputi masa prasejarah Bali dan berita-berita asing tentang Bali, khususnya yang berasal dari Cina.
Masa prasejarah Bali pada dasarnya sama dengan masa prasejarah Indonesia secara keseluruhan. Masa ini meliputi tingkat-tingkat kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan (baik yang tingkat sederhana maupun tingkat lanjut), masa bercocok tanam, dan masa perundagian atau kemahiran teknik.
Masa prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan.
Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, yang menyebutkan keberadaan nekara Pejeng dalam bukunya Amboinsche Rariteitkamer (1705).
Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara di Pejeng, Trunyan, dan Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Banjar Manuaba, Desa Kendran, Tegallalang.
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcophagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963, ahli prasejarah Indonesia, Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini yang dilaksanakan secara berkelanjutan tahun 1973, 1974, 1984, dan 1985. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk, diduga bahwa lokasi Situs Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan di Bali hingga sekarang, kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi:
- Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana.
- Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
- Masa bercocok tanam.
- Masa perundagian.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran (Buleleng bagian timur), serta di tepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut dan sebagainya.
Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di Museum Gedong Arca di Bedulu, Gianyar.
Kehidupan penduduk pada masa ini adalah sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada alam lingkungannya. Mereka hidup mengembara dari satu tempat ketempat lainnya (nomaden).
Daerah-daerah yang dipilihnya ialah daerah yang mengandung persediaan makanan dan air yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Hidup berburu dilakukan oleh kelompok kecil dan hasilnya dibagi bersama.
Tugas berburu dilakukan oleh kaum laki-laki, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan dari alam sekitarnya. Hingga saat ini belum ditemukan bukti-bukti apakah manusia pada masa itu telah mengenal bahasa sebagai alat bertutur satu sama lainnya.
Walaupun bukti-bukti yang terdapat di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang ditemukan di Pacitan (Jawa Timur) dapatlah kiranya dijadikan pedoman. Para ahli memperkirakan bahwa alat-alat batu dari Pacitan yang sezaman dan mempunyai banyak persamaan dengan alat-alat batu dari Sembiran, dihasilkan oleh jenis manusia. Pithecanthropus erectus atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga alat-alat baru dari Sambiran dihasilkan oleh manusia jenis Pithecanthropus atau keturunannya.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung). Gua ini terletak di pegunungan gamping di Semenanjung Benoa.
Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah Gua Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana. Dalam penggalian Gua Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari tulang.
Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
Alat-alat semacam ini ditemukan pula di sejumlah gua Sulawesi Selatan pada tingkat perkembangan kebudayaan Toala dan terkenal pula di Australia Timur. Di luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding gua, yang menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada waktu itu.
Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yang berupa cap-cap tangan, babirusa, burung, manusia, perahu, lambang matahari, lukisan mata dan sebagainya.
Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yang lebih kemudian dan artinya menjadi lebih terang juga di antaranya adalah lukisan kadal seperti yang terdapat di Pulau Seram dan Papua, mungkin mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala suku.
Masa bercocok tanam
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya.
Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing).
Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan.
Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon. Dari teori Kern dan teori Von Heine-Geldern diketahui bahwa nenek moyang bangsa Austronesia, yang mulai datang di kepulauan kita kira-kira 2000 tahun S.M ialah pada zaman neolithik.
Kebudayaan ini mempunyai dua cabang ialah cabang kapak persegi yang penyebarannya dari dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama terdapat di bagian barat Indonesia dan kapak lonjong yang penyebarannya melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur negara kita.
Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa Austronesia dan gelombang perpindahan pertama tadi disusul dengan perpindahan pada gelombang kedua yang terjadi pada masa perunggu kira-kira 500 S.M.
Perpindahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara khususnya dengan memakai jenis perahu cadik yang terkenal pada masa ini. Pada masa ini diduga telah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang (barter) yang diperlukan.
Dalam hal ini sebagai alat berhubungan diperlukan adanya bahasa. Para ahli berpendapat bahwa bahasa Indonesia pada masa ini adalah Melayu Polinesia atau dikenal dengan sebagai bahasa Austronesia.
BERSAMBUNG KE SEJARAH BALI PART II