Kritik Tim Bayangan, Wakil Ketua DPR Menilai Mendikbudristek Tak Paham Tata Kelola Pendidikan Indonesia

  • Bagikan
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel. (Foto: (c) AndriMan)

JAKARTA- Wakil Ketua DPR Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, mengkritik pernyataan Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang keberadaan tim bayangan, yang kemudian disebut sebagai vendor, yang berjumlah 400 orang.

“Dengan berbagai langkah dan kebijakannya, yang kini ditambah dengan pengakuan tentang keberadaan tim bayangan ini, saya menilai sesungguhnya Mendikbudristek tak paham kebutuhan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia terhadap agenda dan tata kelola pendidikan di Indonesia,” kata Rachmat Gobel, Rabu (28/9/2022).

Nadiem menyampaikan tentang keberadaan tim di luar Kemendikbudristek itu saat berbicara di United Nations Transforming Education Summit di markas PBB di New York, Amerika Serikat.

Video pernyataannya itu kemudian diunggah di akun instagramnya pada Rabu, 21 September 2022.

BACA JUGA :  Diprotes PGRI, Begini Kata Kemendikbudristek Soal Penghapusan Tunjangan Profesi Guru di RUU Sisdiknas

“Kami sekarang memiliki 400 manajer produk, insinyur perangkat lunak, ilmuwan data yang bekerja sebagai tim yang melekat untuk kementerian,” katanya seperti dikutip media.

Menurutnya, setiap product manager dan ketua tim posisinya hampir setara dengan direktur jenderal. Namun pernyataannya itu kemudian sedikit diralat saat rapat kerja dengan Komisi X DPR RI pada Senin, 26 September 2022.

“Mungkin ada sedikit saya ada kesalahan dalam menggunakan kata shadow organization,” katanya.

Menurutnya, yang ia maksud adalah organisasi dengan sifat mirroring.

“Mirroring itu artinya setiap dirjen yang menyediakan layanan itu bisa menggunakan tim, suatu tim permanen yang selalu bekerja sama,” katanya.

Lalu ia menegaskan, tim tersebut adalah vendor. Padahal saat di PBB ia menjelaskan bahwa tim tersebut bukan vendor.

BACA JUGA :  Bedah Buku Hijrah Berkali-Kali Ala Denny JA di Rumah Kerajaan Buleleng Bali

Sebelum munculnya kontroversi keberadaan tim bayangan atau vendor yang berjumlah 400 orang tersebut, Nadiem juga lebih sibuk membuat jargon-jargon seperti Kampus Merdeka atau Merdeka Belajar. Ia juga sibuk bongkar-pasang sistem dan kurikulum baru. Selain itu, ia fokus pada digitalisasi pendidikan.

“Digitalisasi itu memang harus, tapi itu bukan yang utama. Digitalisasi ini masih menghadapi kendala jaringan, kemampuan memiliki gadget, dan juga keharusan skill up gurunya,” katanya.

Ini menyangkut jumlah murid sekitar 25 juta yang tersebar di lebih dari 200 ribu sekolah dan diampu oleh lebih dari 2,6 juta guru. Mereka tersebar di seluruh Indonesia dengan kondisi yang sangat beragam.

Melalui bongkar-pasang sistem dan kurikulum, katanya, juga membuat guru, murid, dan orangtua menjadi sibuk beradaptasi karena seringnya perubahan sistem dan kurikulum.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Verified by MonsterInsights