JAKARTA – Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, program konversi kompor gas elpiji 3 Kg menjadi kompor listrik dinilai hampir sulit terealisasi di Indonesia.
Menurutnya, penyebabnya adalah daya kompor terlalu besar, sementara kemampuan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, terhadap tagihan listrik tidak seimbang.
“Benar (sulit realisasi konversi kompor listrik) kalau watt kecil pasti pemanasannya juga lama,” ucap Mamit, Sabtu (24/9/2022).
Mamit menuturkan, perlu ada pengembangan riset terhadap daya kompor listrik jika ingin dijadikan program pemerintah. Sehingga, program tersebut dapat berjalan efektif tanpa membebani ekonomi masyarakat.
“Perlu ada riset atau pengembangan kembali agar watt kecil tapi bisa cepat panas,” usul Mamit.
Sebagaimana diketahui, daya pada kompor listrik yang menjadi uji coba pemerintah memang menjadi sorotan. Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier, terungkap bahwa total watt pada satu kompor listrik dengan dua tungku yaitu 2.800 watt. Daya pada tungku kiri yaitu 1.000 watt dan tungku kanan 1.800 watt.
“Jadi voltage menentukan cara masak, masak air cepat,” ujar Taufiek rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (21/9/2022).
“Kalau voltage kecil artinya tidak maksimal,” ucapnya.
Selain daya listrik, keengganan masyarakat beralih ke kompor listrik karena perabotan yang digunakan tidak ekonomis.
Bagi pengguna kompor listrik dengan spesifikasi yang diproyeksikan oleh PLN, maka peralatan yang dapat digunakan yaitu steampod atau panci diameter minimal 18 cm, fry pan atau wajan diameter atas minimal 27 cm.
Selain itu, bahan untuk perabotan memasak pada kompor listrik setidaknya memiliki kandungan magnet yang cukup besar agar proses memasak berlangsung cepat.