Memori Aksi Harmoko
Presiden Joko Widodo perlu hati-hati merespons desakan para elite politik untuk menunda–atau mungkin lebih cocok disebut membatalkan– Pemilu 2024. Bukan tidak mungkin para ketum parpol itu, dan juga orang-orang yang getol kampanye Jokowi 3 periode, melakukan hal yang sama dengan Harmoko.
Para pengusul penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan Jokowi tak lebih dari bandit-bandit pengembara (roving bandits) dalam konsep Mancur Olson. Mereka datang, merampas hak rakyat, dan melarikan diri tanpa menyisakan apa pun.
Saya khawatir mereka hanya memanfaatkan momentum untuk menghasut Jokowi mengangkangi demokrasi. Jika berhasil, mereka bisa untung. Jika tidak berhasil, Jokowilah yang jadi sasaran tembak.
Yang saya lebih khawatir adalah Jokowi termakan bujuk rayuan menunda Pemilu 2024. Jika itu terjadi, demokrasi Indonesia yang masih muda jelas memasuki senja kala.
Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt telah mengingatkan kita lewat How Democracies Die bahwa kediktatoran tak selalu lahir dari kudeta. Kisah kematian demokrasi yang monumental justru terjadi melalui proses paling demokratis.
Mereka menyebut konstitusi dan lembaga berlabel demokratis lainnya tetap ada. Akan tetapi, autokrat hasil pemilu mempertahankan tampilan demokrasi sambil menghilangkan substansinya.